Mas Usrok Blora

Minggu, 27 April 2014

BARONGAN MBLORO / BARONGAN BLORA

BARONGAN BLORA 13
BARONGAN BLORA 12
BARONGAN BLORA 11
BARONGAN BLORA 10
BARONGAN BLORA 9
BARONGAN BLORA 8  
BARONGAN BLORA
SENI BARONG
Kesenian Barong atau lebih dikenal dengan kesenian Barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Akan tetapi dari beberapa daerah yang ada di Jawa Tengah Kabupaten Blora lah yang secara kuantitas, keberadaannya lebih banyak bila dibandingkan dengan Kabupaten lainnya.
Seni Barong merupakan salah satu kesenian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Blora, terutama masyarakat pedesaan. Didalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora, seperti sifat : spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, dan keberanian yang dilandasi kebenaran.
BARONGAN BLORA 2
Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas.
Adapun tokoh Singobarong dalam cerita barongan disebut juga GEMBONG AMIJOYO yang berarti harimau besar yang berkuasa.
BARONGAN BLORA 3
Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singo Barong secara totalitas didalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, disamping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu : Bujangganong / Pujonggo Anom Joko Lodro / Gendruwo Pasukan berkuda / reog Noyontoko Untub.
BARONGAN BLORA 4
Selain tokoh tersebut diatas pementasan kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrumen musik antara lain : Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Seiring dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan instrumen modern yaitu berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan dengan kesenian campur sari.
BARONGAN BLORA 5
Kesenian barongan bersumber dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iring-iringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong.
Adapun secara singkat dapat diceritakan sebagai berikut :
Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten Bantarangin jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji putri dari Raja Kediri, maka diperintahlah Patih Bujangganong / Pujonggo Anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai 144 prajurit berkuda yang dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya : Kuda Larean, Kuda Panagar, Kuda Panyisih dan Kuda sangsangan. Sampai di hutan Wengkar rombongan Prajurit Bantarangin dihadang oleh Singo Barong sebagai penjelmaan dari Adipati Gembong Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di perbatasan. Terjadilah perselisihan yang memuncak menjadi peperangan yang sengit. Semua Prajurit dari Bantarangin dapat ditaklukkan oleh Singo Barong, akan tetapi keempat perwiranya dapat lolos dan melapor kepada Sang Adipati Klana Sawandana. Pada saat itu juga ada dua orang Puno Kawan Raden Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah Noyontoko dan Untub juga mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk melamar Dewi Sekar Taji. Namun setelah sampai dihutan Wengker, Noyontoko dan Untub mendapatkan rintangan dari Singo Barong yang melarang keduanya utuk melanjutkan perjalanan, namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah peperangan. Namun Noyontoko dan Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan saudara sepeguruannya yaitu Joko Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singo Barong dapat ditaklukkan dan dibunuh. Akan tetapi Singo Barong memiliki kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia dapat hidup kembali. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke R. Panji, kemudian berangkatlah R. Panji dengan rasa marah ingin menghadapi Singo Barong. Pada saat yang hampir bersamaan Adipati Klana Sawendono juga menerima laporan dari Bujangganong ( Pujang Anom ) yang dikalahkan oleh Singo Barong. Dengan rasa amarah Adipati Klana Sawendada mencabut pusaka andalannya, yaitu berupa Pecut Samandiman dan berangkat menuju hutan Wengker untuk membunuh Singo Barong. Setelah sampai di Hutan Wengker dan ketemu dengan Singo Barong, maka tak terhindarkan pertempuran yang sengit antara Adipati Klana Sawendana melawan Singo Barong. Dengan senjata andalannya Adipati Klana Sawendana dapat menaklukkan Singo Barong dengan senjata andalannya yang berupa Pecut Samandiman. Singo Barong kena Pecut Samandiman menjadi lumpuh tak berdaya.
Akan tetapi berkat kesaktian Adipati Klana Sawendana kekuatan Singo Barong dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singo Barong mau mengantarkan ke Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai di alun-alun Kediri pasukan tersebut bertemu dengan rombongan Raden Panji yang juga bermaksud untuk meminang Dewi Sekartaji. Perselisihanpun tak terhindarkan, akhirnya terjadilah perang tanding antara Raden Panji dengan Adipati Klana Sawendano, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji. Adipati Klana Sawendana berhasil dibunuh sedangkan Singo Barong yang bermaksud membela Adipati Klana Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak dapat berubah wujud lagi menjadi manusia ( Gembong Amijoyo ) lagi. Akhrnya Singo Barong Takhluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin.
Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan kesenian Barongan.
BARONGAN BLORA 6

BARONGAN BLORA 7              


Diposting oleh Unknown di 23.50 1 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kamis, 24 April 2014

Orang Samin dan Pandangan Hidupnya

Srdulur sikep klopoduwur

Orang Samin dan Pandangan Hidupnya

 

Pada suatu hari di rumah elite desa sedang berduka karena putra tertuanya mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal dunia. Warga desa kumpul melayat dan mempersiapkan upacara pemakaman jenazah. Beberapa warga desa hilir-mudik dan sebagian duduk berjejer di tempat yang sudah disediakan di halaman rumah.
Dalam keadaan mulai sunyi, di tengah kerumunan jenazah, datanglah seorang laki-laki tua, usianya lebih kurang 75 tahun, mengenakan baju kurung lengan panjang warna hitam, dengan celana selutut berwarna hitam pula. Sarungnya diselempangkan di bahu sebelah kiri dan capingnya yang terbuat dari daun lontar dibuka lalu ditempelkan di dada kiri, dan di atas kepala mengenakan udeng (ikat kepala) motif batik warna hitam kecoklatan.Dengan percaya diri ia masuk ke rumah menuju ke tempat jenazah disemayamkan. Tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, ia seolah tak kenal siapa pun para tamu yang duduk di situ.Setelah tiba di depan jenazah, ia membuka tutup bagian atas sembari menatap wajahnya. Lalu ia mengatakan, "Sedulur, asalmu ora ono/Terus dadi ono/Saiki ora ono maneh/Yo wis, tak dongak-ke slamet." (Saudara, asalmu tidak ada/Lalu menjadi ada/Sekarang tidak ada lagi/Ya sudah, saya doa kan selamat.)Kemudian tutup jenazah dikembalikan seperti semula, lalu ia mundur pelan-pelan sampai ke pintu rumah dengan membalikkan arah dan menuju ke halaman rumah. Setelah itu ia ikut duduk bersama-sama tamu yang lain. Ia memilih duduk di pinggir dekat pintu masuk menuju rumah sehingga beberapa warga banyak yang kenal. Pada saat ketemu orang lain yang menyapanya, ia selalu mengatakan sedulur, yang maknanya sama-sama saudara.

Perilaku kultural seperti itu dikategorikan sebagai orang apa? Bagaimana ia menghayati hubungan individu dirinya dengan sesama, dengan alam semesta, dan dengan Sang Pencipta?
Sudah banyak tulisan tentang masyarakat Samin, bahkan ada yang menganggapnya sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan dari zaman kolonial Belanda hingga saat ini. Beberapa informasi mengatakan bahwa Saminisme sebagai sebuah sejarah perlawanan terhadap kekuasaan telah diubah menjadi deskripsi kebudayaan.

Jujur dan pemurah

Sejak dikenal umum dari zaman kolonial Belanda, orang Samin tinggal menyebar di daerah Bojonegoro, Tuban, Blora, Rembang, Grobogan, Pati, dan Kudus. Mereka berdomisili tidak menggerombol, melainkan terpencar-pencar, misalnya, tiap desa terdapat 5-6 keluarga, tetapi solidaritas sosialnya menyatu.

Orang Samin memiliki rasa religi yang kuat sehingga sering kali membuat para pendatang (tamu) merasa risi dan malu karena mereka sangat jujur, serta pemurah terhadap para tamu. Seluruh makanan yang mereka simpan disajikan kepada tamunya dan tidak pernah memikirkan berapa harganya.

Masyarakat Samin memiliki jiwa yang polos dan terbuka. Mereka berbicara menggunakan bahasa Kawi dan bercampur bahasa Jawa ngoko dan sering kedengaran kasar.

Dalam pergaulan sehari-hari, baik dengan keluarganya, sesama pengikut ajaran, maupun dengan orang lain yang bukan pengikut Samin, orang Samin selalu beranjak pada eksistensi mereka yang sudah turun-temurun dari pendahulunya, yaitu Ono niro mergo ningsun, ono ningsun mergo niro. (Adanya saya karena kamu, adanya kamu karena saya.)Ucapan itu menunjukkan bahwa orang Samin sesungguhnya memiliki solidaritas yang tinggi dan sangat menghargai eksistensi manusia sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai makhluk sosial. Karena itu, orang Samin tidak mau menyakiti orang lain, tidak mau petil jumput (tidak mau mengambil barang orang lain yang bukan haknya), tetapi juga tidak mau dimalingi (haknya dicuri).

Semua perbuatan mereka berawal dari baik, maka berakhirnya juga harus baik, begitulah ringkasnya. Bagi orang lain yang tidak memahami eksistensi orang Samin, mereka bisa jadi menyebutnya sebagai Wong Sikep, yang artinya orang yang selalu waspada. Atau disebut juga Wong Kalang karena orang lain akan menganggap ketidakrasionalan pikiran, keeksentrikan perilaku, dan ketidaknormalan bahasa. Tetapi, bagi sesama orang Samin selalu menyebut kepada orang lain Sedulur Tuwo.

Ini pun tampak di dalam ia merenung dan berdoa kepada "Adam", selalu minta keselamatan untuk dirinya, sesama makhluk alam semesta, dan juga Sang Pencipta sendiri. Ungkapan Sedulur Tuwo tak pernah ditinggalkan.Doa orang Samin juga selalu berhubungan dengan keadaan ekologi dan ekosistem di mana mereka berdomisili. Orang Samin yang tinggal di daerah Desa Klopo Duwur, Kecamatan Randu Blatung, Kabupaten Blora, misalnya, menunjukkan secara siklus hubungan antarmanusia sebagai pribadi, antarsesama manusia, antara manusia dan alam lingkungan.Pandangannya terhadap ekologi dan ekosistem tersebut dapat dijumpai dalam ucapannya, seperti: Banyu podo ngombe/Lemah podo duwe/Godong podo gawe. (Air sama-sama diminum/Tanah sama-sama punya/Daun sama-sama memanfaatkan.)

Ucapan itu oleh pengikut Samin ditafsirkan secara bijak, maksudnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya perlu dijaga. Tidak berarti sama rasa, sama rata, seperti tuduhan orang lain di luar komunitas Samin.Dalam praktiknya, mereka justru ikut menjaga pelestarian kayu jati di daerah Blora. Mereka hanya memanfaatkan daunnya untuk keperluan sehari-hari dan rantingnya untuk keperluan masak-memasak. Hal itu sudah berjalan sejak leluhur mereka masa lalu dan mereka tidak mau merusak hutan. Berdasarkan pandangan seperti itu, tampaknya orang lain sering kali menerjemahkan kata "Samin" sama dengan Sami-sami Amin.

Sejak masa kolonial

Pada mulanya ajaran orang Samin ini berasal dari seorang tokoh yang bernama Kiai Samin Surosentiko, yang lahir di Ploso, wilayah Blora, Jawa Tengah, tahun 1859. Ia ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda karena tidak mau membayar pajak dan tidak mau ikut kerja paksa.

Seperti tokoh perintis kemerdekaan Indonesia yang lain, ia dibuang ke Sawahlunto, Sumatera Barat, hingga wafat tahun 1914. Namun, ajarannya masih dianut oleh pengikutnya hingga sekarang di beberapa daerah yang disebutkan di atas.Beberapa catatan kolonial Belanda menyebut bahwa Kiai Samin Surosentiko dianggap sebagai pembangkang, pemberontak, selalu melawan pemerintah. Oleh karena itu, ajarannya tidak boleh disebarluaskan dan oleh mainstream
agama pada saat itu dianggap sesat, lalu mau tidak mau ia harus diasingkan dari pengikutnya.

Dalam kaitannya dengan deskripsi singkat ini, maka nilai tradisi yang dapat dipetik adalah bagaimana strategi ajaran orang Samin dalam mengimplementasikan kehidupan sehari-hari. Misalnya, mereka antikekerasan, jujur, terbuka, dan tidak mau menyakiti orang lain.

Orang Samin mengejawantahkan kehidupan dengan solidaritas sosial. Juga pada zaman Orde Baru, ketika mereka menggunakan kiat atau strategi ngumumi; tidak melawan pemerintah, tetapi mengkritisi secara pasif.Mereka memang tidak mau ikut program KB karena sudah punya cara sendiri. Mereka juga tidak ikut program Bimas-Inmas dan tidak mau terima kredit dari BRI supaya tidak ngemplang. Orang Samin bikin pupuk sendiri, bikin irigasi sendiri.

Pendeknya, dalam hidup, mereka tidak bergantung kepada teknologi maju. Orang Samin benar-benar sebuah contoh kasus komunitas yang benar-benar memiliki kemandirian. Oleh karena itu, masyarakat Samin tidak mengenal krisis ekonomi dan moneter.

Sutamat Arybowo Peneliti LIPI dan Anggota Asosiasi Tradisi Lisan
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/10/humaniora/3522042.htm

GALERI FOTO:

Bersama Mbah Lasio
Rumah yg sangat sederhana, hidup di kelilingi pohon jati, tetapi diding rumah terbuat dari kulit pohon jati
kehidupan rukun
senyum........  
selamat istirahat ya mbah...
asri dan gotong royong

dhe parjo, sambatan yo dhe?
ayo lestarikan budaya ini gotong royong

Diposting oleh Unknown di 19.49 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 22 April 2014

cah mbloro = ORANG BLORA

gapura kantor Kabupaten Blora

Kabupaten Blora
Lambang Kabupaten Blora.gif
Lambang Kabupaten Blora
Moto: Sasana Jaya Kerta Bumi
Locator kabupaten blora.gif
Peta lokasi Kabupaten Blora
Koordinat: 111016' - 1110338' BT, 60528' - 70248' LS
Provinsi Jawa Tengah
Dasar hukum UU No. 13/1950
Tanggal -
Ibu kota Blora
Pemerintahan
 - Bupati Drs. Djoko Nugroho
 - DAU Rp. 753.830.036.000.-(2013)[1]
Luas 1.820,59 km2
Populasi
 - Total 844.490 jiwa (2006)
 - Kepadatan 463,86 jiwa/km2
Demografi
 - Bahasa Bahasa Jawa Blora
 - Kode area telepon 0296
Pembagian administratif
 - Kecamatan 16
 - Kelurahan 295
 - Flora resmi Jati Blora
 - Fauna resmi Burung Betet
 - Situs web http://www.blorakab.go.id/

Kabupaten Blora : adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Blora, sekitar 127 km sebelah timur Semarang. Berada di bagian timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati di utara, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) di sebelah timur, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di selatan, serta Kabupaten Grobogan di barat.
Blok Cepu, daerah penghasil minyak bumi paling utama di Pulau Jawa, terdapat di bagian timur Kabupaten Blora.

Pembagian administratif

Kabupaten Blora terdiri atas 16 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 271 desa dan 24 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Blora.
Di samping Blora, kota-kota kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah Cepu, Jiken, Ngawen, dan Randublatung.

 Geografi

 Hutan jati di Kabupaten Blora

Wilayah Kabupaten Blora terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur). Ibukota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara.
Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan selatan. Dataran rendah di bagian tengah umumnya merupakan areal persawahan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Blora merupakan daerah krisis air (baik untuk air minum maupun untuk irigasi) pada musim kemarau, terutama di daerah pegunungan kapur. Sementara pada musim penghujan, rawan banjir longsor di sejumlah kawasan.
Kali Lusi merupakan sungai terbesar di Kabupaten Blora, bermata air di Pegunungan Kapur Utara (Rembang), mengalir ke arah barat melintasi kota Purwodadi yang akhirnya bergabung dengan Kali Serang.

Lahan pertanian di Kabupaten Blora

Jalan daerah di Kabupaten Blora
hutan jati di kabupaten blora
pemanfaatan lahan hutan dengan padi gogo di Kabupaten Blora

Sejarah Blora

Asal Usul Nama Blora
Menurut cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA.
Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah.
Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA.
Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.
Blora Era Kerajaan di bawah Kadipaten Jipang
Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada saat itu masih di bawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah kekuasaan meliputi:
Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) mewarisi takhta Demak, pusat pemerintahan dipindah ke Pajang. Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang.
Blora di bawah Kerajaan Mataram
Kerajaan Pajang tidak lama memerintah, karena direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora termasuk wilayah Mataram bagian Timur atau daerah Bang Wetan.
Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719) daerah Blora diberikan kepada putranya yang bernama Pangeran Blitar dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = ¾ hektar). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV, sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.
Blora di Zaman Perang Mangkubumi (tahun 1727–1755)
Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749), terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi raja di Yogyakarta.
Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku Bumi menjadi raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749. Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi raja, maka diangkat pula para pejabat yang lain, di antaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen, Wilatikta, menjadi Bupati Blora.
Blora di bawah Kasultanan Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama 'palihan negari', karena dengan perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau pilih mundur dari jabatannya
Blora sebagai Kabupaten
Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram, Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini karena Blora terkenal dengan hutan jatinya.
Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI KABUPATEN BLORA. Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.
Perjuangan Rakyat Blora menentang Penjajahan
Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu.
Pada tahun 1882 pajak kepala yang diterapkan oleh Pemerintah Penjajah sangat memberatkan bagi pemilik tanah (petani). Di daerah-daerah lain di Jawa, kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa Cilegon pada tahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora mengawali perlawanan terhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin Surosentiko.
Gerakan Samin sebagai gerakan petani antikolonial lebih cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitu suatu gerakan yang tidak merupakan pemberontakan radikal bersenjata.
Beberapa indikator penyebab adanya pemberontakan untuk menentang kolonial penjajah Belanda antara lain:
Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora
Perubahan pola pemakaian tanah komunal
Pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk
Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes petani di daerah Blora. Gerakan ini mempunyai corak MILLINARISME, yaitu gerakan yang menentang ketidakadilan dan mengharapkan zaman emas yang makmur.


alun alun Kabupaten Blora sisi selatan






alun alun Kabupaten Blora ( sisi timur )


Kesenian

Kesenian khas Blora adalah:
  • Barongan Gembong Amijoyo
  • Tayub
  • Ketoprak ( Hampir Punah )
  • Wayang Kulit
  • Wayang Krucil ( hampir punah )
  • Kentrung ( hampir punah )

Julukan

  • Blora Kota Sate
Karena Blora terdapat sate khas dengan bumbu khas Blora
  • Blora Kota Barongan
Karena Blora adalah kota yang paling gencar melestarikan seni budaya Barongan

Potensi

  • Batik Blora, di Desa Klopoduwur
  • Gula Merah, di Desa Todanan dan Kunduran
  • Sentra Kerajinan Kayu Jati, di Desa Jepon

Kuliner khas Blora

Makanan

Makanan khas Blora adalah:
  • Soto Blora
  • Sate Ayam Blora
  • Sate Kambing Blora
  • Manco
  • Iwak Asin Sego Jagung
  • Oseng-Oseng Ungker (ungker adalah sejenis kepompong)
  • Lontong Tahu
  • Mangut

Minuman

Minuman khas Blora adalah:
  • Wedang Cemohe
  • Limun Kawis

Tempat Wisata

Tempat pariwisata di Kabupaten Blora:
  • Waduk Greneng, di Desa Tunjungan
  • Goa Terawang, di Desa Kedungwungu
  • Waduk Tempuran, di Desa Tempuran
  • Waduk Bentolo, di Desa Tinapan
  • Wisata Kereta Lokomotif[3], di Desa Cepu
  • Pemandian Sayuran, di Desa Soko
  • Taman Rekreasi Tirtonadi, di Desa Karangjati
  • Taman Water Splash Sarbini, di Desa Tempuran
  • Gunung Manggir, di Desa Ngumbul
  • Ara-Ara Kesanga, di Desa Doplang
  • Goa Sentono, di Desa Menden

Bahasa Jawa Blora



Bahasa Jawa Blora adalah salah satu dialek dalam bahasa Jawa, dituturkan di daerah Kabupaten Blora dan sekitarnya. Dialek Blora secara umum dipertuturkan diseluruh wilayah Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang dan sebagian wilayah perbatasan dengan provinsi Jawa Timur seperti di Kabupaten Bojonegoro. Dialek ini juga digunakan oleh kelompok orang Samin yang tersebar di Kabupaten Blora, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Pati.
Dialek ini sebetulnya tidak terlalu berbeda dengan dialek Jawa lainnya, hanya terdapat beberapa istilah yang khas Blora, misalnya: nDak iya "lèh"?? (kira kira artinya sama dengan "Masak iya sih"). Piye "lèh" iki?? Kok "ogak" "mulèh-mulèh", malah dha neng ngisor "greng"?? Nèng kéné hawané "anyep", wetengku wis "lesu". Wis ndang di"genjong", "engko" selak masuk angin. Greng : dhompolan bambu; Ogak : ora = tidak; mulèh : mulih : pulang; anyep : adhem : dingin; lesu : ngelih : lapar; digenjong: diangkat/dibopong; engko : mengko : nanti;

Perbedaan

Beda dialèk Blora dengan dialek bahasa Jawa pada umumnya antara lain:
Akhiran "uh" jadi "oh". Contohnya:
abuh jadi aboh
butuh jadi butoh
embuh jadi emboh
ngunduh jadi ngundoh
suruh jadi suroh
sepuluh jadi sepuloh
utuh jadi utoh
Akhiran "ih" jadi "èh"[1] , contohnya:
batih jadi batèh
gurih jadi gurèh
kluwih jadi kluwèh
mulih jadi mulèh
sugih jadi sugèh
sapih jadi sapèh
putih jadi putèh

Akhiran "mu" jadi "em", yang artinya hak milik[2] , contohnya:
omahmu = omahem
klambimu = klambinem
anakmu = anakem
Istilah lainnya:
ambèk = karo
briga-brigi = bedhigasan
gendul = botol
jingklong = lemut = nyamuk
kelar = kuat (contohnya: ora kelar ngglewet = ora kelar obah)
lebi = tutup (lawange ndhang di lebi, selak jingklonge mlebu)
leket = lelet = lambat
lodhong = stoples
mèk =njupuk = mengambil
mèlok = mèlu
menga = ora ditutup (lawang)= terbuka
njuk = njaluk = minta
ndahnéya = ndahléya = "ora bakal klakon" = masak iya sih?
ndara ya = mestinya
ndhenger = mengerti
ngglewet = ngglawat, bergerak
pethitha-pethithi = briga brigi
penging = ora éntuk = dilarang
plekoto = paksa
sitok = sicok = siji = satu
suker = becek
biting = sodo = lidi
jeblok = pentong = berlumpur
gelok = toples
énjoh = kodak = iso = bisa
gablek = nduwe = punya
duwik = duit
wedhi = lemah = pasir
ceblok = jatuh
mbalek = pinter = pandai
mbiluk = pinter banget= pandai sekali
ampo = panganan soko lempung [ marahi gegelen ,marahi ngising angel ]
suwal = sruwal = kathok = clono=celana
Badhokan = Pakanan = makanan
Gathot = ( Pakanan nggawene teko Gebingan (Ubi yang di jemur) (marahi mendem)
Krembal = Adah sego
Daringan = Adah Beras
Cethot = Jajan pasar
Limpang - limpung = Pakanan soko menyok (ubi)
Sandhulog = Pakanan teko menyok njerone ono gulone
Goyang goyang = pakanan soko bedhekan
Slamper = Kulite jagung sing bar di deplok
Tiwul = Pakanan teko menyok
Dumbeg = Pakanan teko bedhegan beras ,trus di adahi godong lontar
Tolok = Adahe pakanan nek ape ngemblok (melamar) nganten (pengantin)
Rinjing = Adahe pakanan nek ape ngemblok (melamar) nganten (pengantin)
Rengkek = Kanggo ngusungi tlethong ning tegal
Sangkek = Adah kanggo belonjo ning pasar
Dobos = Adah kanggo belonjo ning pasar
Kemprol = semprul (suka berbohong)
Kakekane = (Kata kata cacian)


bersama mbah Lasio, warga Karangpace, ds Klopoduwur, kec Blora, kab Blora



SEDIKIT GAYA YA MBAH?




masuk koran 2






















Keluarga Kecil 2 anak cukup
berbagai pose 1
berbagai pose 2


Diposting oleh Unknown di 20.22 1 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Senin, 07 April 2014

Mengambar di TK Therisia Mardi Rahayu Ungaran, jawa tengah

Menyalurkan hoby mengambar memang mengasikkan, seperti kmarin waktu adikku Sr Yulita AK  tugas di ungaran.

Sr Yulita AK : Mas aku mbok njaluk tulung, aku pengen TK Theresia Mardi Rahayu Ungaran, njenengan gambari thema     anak anak, bermain dan belajar.

berikut gambar gambarnya, aku kerjakan selama 30 hari, selamat menikmati :














 

Diposting oleh Unknown di 19.50 1 komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Komentar (Atom)

tanggal


Movie Category 1

mari senam setiap hari biar sehat


Popular Posts

  • cah mbloro = ORANG BLORA
    gapura kantor Kabupaten Blora Kabupaten Blora Lambang Kabupaten Blora Moto : Sasana Jaya Kerta Bumi Peta lokasi Kabupaten Blor...
  • BARONGAN MBLORO / BARONGAN BLORA
    BARONGAN BLORA 13 BARONGAN BLORA 12 BARONGAN BLORA 11 BARONGAN BLORA 10 BARONGAN BLORA 9 BARONGAN BLORA 8     BARO...
Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.